Thursday, September 20, 2007

Bad Cintapucino

Frankly speaking, yang kata tmn2ku baca buku Cintapucino membuatmu tdk bs berhenti sampai halaman terakhir, yg katanya perasa’an begitu ter-eksplor dengan fantasi2 yg ‘cewek banget’, kok gw gak ngrasa gitu yak?
Berangkat dr rasa penasaranku ttg novel itu, Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
setelah aku begitu terbuai sama soundtractnya dan setelah aku menuntaskan keingintahu'anku akan ceritanya dengan nonton filmnya, kinda trial n error person kali ye, N I dont regret buying the novel for read.

And my comment bout the novel?
Below average...
Mungkin jg krn ekspektasiku ttg novel itu seharusnya lebih bagus dr filmnya, apalagi dengan iklan 'unconsciusly' from some of my friends, kupikir aku akan membaca sebuah chicklit indonesia (itu istilah promo dr penulisnya) yg bs bikin semangat dunia per'chicklit'an di indonesia. Tapi memang usia wanita antara 20-30 itu penuh liku2 sih ya.. well.. I'm on it. Sangat menarik utk dijadikan setingan cerita cinta.
Kalo dari flow alurnya, well, sangat manusiawi dan penuh kejutan. Obsesi seorang perempuan remaja pada pria tampan di sekolah sepertinya sudah bukan rahasia umum. Mungkin sama saja dengan para cowok2 yang mabuk kepayang pada gadis tercantik di sekolah?
Aku katakan film'nya tidak bagus krn dia merubah banyak isi cerita dan cutting bbrp scene penting. Tapi justru skrg aku menilai filmnya menceritakan makna tersirat secara lebih cerdas.

The novel...,
terlalu lugas. si Icha ini menceritakan detailnya secara sangat lugu dan menurutku kurang menarik. Fira Basuki aja menurutku sudah cukup polos bercerita, tp bahasa yg dia pake tersusun secara cantik. Icha Rahmanti ini, emmm... terlalu banyak menjelaskan tentang istilah (knp g pake footnote aja si?). Bandingin dengan si Dewi Lestari yg bikin bingung pembacanya, but it's such a eccentric way yg kliatan lebih misterius dan menantang untuk terus diikuti. Dialog2nya jg terlalu banyak diulang2.
Sebenernya ide cerita yg dia tampilkan cukup mengundang rasa ingin tahu. Fantasi yg dia ceritakan jg menarik dan jujur. But this is about the words that she used, boring for me.

Dalam film'nya, cukup cerdas menempatkan adegan membuat 'kopi hitam' utk si Raka di awal cerita, dan penonton pun sibuk mencari cari where the cintapucino stands for. Dalam novelnya justru si capucino tdk ditekankan. Icha sibuk menceritakan DC, egocentric Nimo, Cool'nya Raka, dan tempat2 yg mungkin jd perbendahara'an gaulnya selama ini. Mungkin si film punya keterbatasan durasi sehingga perwatakan pemainnya kurang tereksplor. Tapi tetep, LEBIH BAGUS perwatakan di film drpd yg kubaca di novel.

Last but not least, I hope for the next 'Chicklit Indonesia' yang mungkin tdk perlu terlalu berat for being clasified as 'Novel Sastra', tp jg tidak malu2in dan cukup sekelas dengan chicklit yg asli. Ringan, menarik, tapi menyentuh.