Tuesday, July 09, 2013

Allah Maha Besar...

Today is one day be4 ramadhan and I'm once again stuck in a moment of deep thinking.
Sure that GOD has the best way to make us again and again being 'down to earth" means  to make us realize that GOD love us and we are nothing without God's help.

This writing has sucessfuly make me cry.. a deep cry and saying Astafigrullah that maybe after all this time I forgot to be thankfull and calm. Allah Maha Besar...

------------------------ ### ---------

Sahabat saya yang baik hatinya...
Sebagai seorang anak kelas 3 sekolah dasar di Purwantoro – kota Malang, saya tidak terbatasi dari kasih sayang Bapak dan Ibu saya, tetapi terbatasi oleh kemampuan orang tua saya untuk menyediakan uang jajan dan kelengkapan hiburan, jika dibandingkan dengan teman- teman saya yang anak-anak orang yang yang anak-anak orang yang lebih kaya dari kami.
Saya melihat diri sendiri sebagai anak baik, yang meskipun malas – tetapi menyelesaikan hampir semua pekerjaan dirumah dan materi pelajaran dari sekolah, dengan cukup baik. Tetapi, saya merasa bahwa Tuhan telah berlaku yang tidak sesuai dengan penghormatan saya kepada diri saya saat itu.

Pertanyaan saya, yang selalu saya katakan dengan menengadah ke langit, adalah: “Mengapa saya?”
Dari semua orang yang bisa kau miskinkan, mengapa aku?
Dan dari semua orang yang bisa kau kayakan, mengapa bukan aku?
Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi dada muda dan kepala kecil saya saat itu, dan yang sebetulnya sudah lama menggema sejak saya mulai mengerti mengapa Bapak dan Ibu berbicara dengan nada yang dibijak-bijakkan dan disabar- sabarkan - bahwa kami tidak semampu keluarga lain untuk memenuhi keinginan anak-anak mereka untuk mainan dan makanan kecil, setiap saat saya minta dibelikan mainan, permen, roti, sepatu, tas, atau baju baru.

Saya tidak pernah menyalahkan Bapak dan Ibu karena saya dilahirkan di keluarga yang kurang mampu. Saya hanya memprotes mengapa saya diperlakukan kurang dari hak saya yang seharusnya sama dengan semua orang.
Tetapi, sekecil dan semuda itu – entah karena insting atau karena keinginan saya yang terlalu besar untuk dihalangi oleh perasaan minder dan keterpinggiran, saya mulai melihat kepada diri saya sendiri sebagai satu-satunya jalan untuk keluar dan naik dari keadaan yang tidak saya sukai saat itu.

Dan ini yang saya lakukan, yang kemudian saya mengerti sebagai cara untuk menjadi pribadi yang mudah dibantu.

Jika keinginan untuk menonton film di bioskop di Jalan Kayutangan, di Malang sudah tidak terbendung lagi, karena teman-teman saya yang lebih mampu banyak bercerita mengenai lucunya film anak-anak ”Little Rascals” waktu itu, saya menyiapkan diri untuk bisa masuk gedung bioskop itu, apa pun caranya.
Setelah mencuci piring-piring dan membersihkan dapur, menyelesaikan pekerjaan rumah dari sekolah, menyiapkan perlengkapan mandi adik nomor tiga yang masih bayi, Saya mandi sebersih mungkin, mengenakan baju sederhana saya yang terbaik, meminyaki rambut dengan minyak rambut Ibu, menyisirnya lurus ke depan untuk menjadi kuncung runcing di atas dahi saya, mengenakan sandal jepit, berpamitan kepada Ibu yang biasanya memang mengijinkan saya untuk bermain-main di luar rumah setelah mandi sore, lalu berjalan dengan penuh doa ke arah gedung bioskop yang kira-kira berjarak dua kilometer dari losmen kecil yang dijadikan asrama tentara – yang kami tempati saat itu.

Sesampai di gedung bioskop, saya memilih tempat berdiri yang akan dilalui oleh orang-orang yang akan membeli tiket masuk. Saya berdiri di situ dengan wajah yang sangat ingin masuk dan menonton, tetapi yang sedih karena tidak memiliki uang untuk membeli tiket masuk. Kesedihan di wajah saya saat itu tidak palsu, dan bukan permainan peran.
Memang saya sangat sedih dan merasa terhina, karena saya harus berdiri di situ sebagai anak baik, yang rajin, yang bersih dan rapih, tetapi yang menunggu dikasihani, dan dibantu untuk mendapatkan sesuatu yang kecil dan sederhana, yang tidak mampu saya dapatkan, tetapi yang dengan sangat santai dan mudah tersedia bagi anak- anak orang kaya yang tidak serajin dan sesungguh-sungguh saya dalam menjadi anak baik.

Sekali atau dua kali dalam banyak percobaan dari banyak sore hari yang serupa, ada bapak-bapak yang berjalan santai, menoleh ke arah saya, berpaling lamban ke arah loket bioskop, … tetapi … voila!!! … dia menoleh lagi ke arah saya, memandang wajah saya dekat-dekat, tersenyum, melambai memanggil saya, dan bertanya …:
“Kamu mau nonton?”
Saya mengangguk dengan gerakan kepala yang lebih berdoa daripada mengiyakan, berjalan mengambang seperti bermimpi ke arahnya, berdiri di belakangnya dengan sikap tubuh seperti anak dari bapak itu, dan berjalan memasuki gedung bioskop dengan kegembiraan anak yang dimanjakan dengan hadiah yang lama ditunggunya.

Sampai di dalam saya menatap mata bapak itu dengan teriakan terima kasih dan kegirangan yang tidak terdengar oleh orang lain, selain oleh saya dan Tuhan.

“Terima kasih ya Pak?”

Bapak itu mengangguk ramah dan tersenyum melihat wajah saya yang pecah dengan kegembiraan. Orang baik itu, pasti dimuliakan kehidupannya oleh Tuhan.
Lalu saya berlari mencari kursi yang paling strategis di dalam gedung yang tinggi atapnya serasa seperti menyentuh lantai surga. Saya duduk di kursi rajutan rotan itu, dua tangan di atas memegang lengan kursi, wajah semringah, dan kaki bergoyang maju dan mundur.

Oooh … hidup ini indah sekali …

Entah berapa tahun saya tumbuh sebagai anak kecil yang harus mentabahkan dirinya, untuk ikhlas menerima kekurangan dan kelemahan hidup yang tidak bisa dimengerti alasan dari penetapannya kepada diri dan keluarganya.
Tetapi, Saya jadi mengerti bahwa, Siapa pun akan dibantu, jika dia menjadikan dirinya mudah dibantu.

dan
Ada kepantasan bagi segala sesuatu. Siapa pun akan mendapatkan apa pun, selama dia bersungguh-sungguh menjadikan dirinya pantas untuk menerima yang ingin didapatnya.


-----------

Lebih dari empat puluh tiga tahun kemudian, hari ini… saya dapat melihat urutan kejadian dalam kehidupan saya di mana saya terselamatkan dari kesulitan, dinaikkan dari tempat-tempat yang rendah, dan dikeluarkan dari kungkungan masalah – karena saya dibantu.

Tidak ada orang yang bisa menjadi pribadi yang besar kemampuannya untuk membantu, tanpa lebih dahulu dijadikan sebagai diri yang membutuhkan bantuan.

Sahabat saya yang hatinya mulia,
Ini adalah cerita kehidupan masa kecil saya, yang pertama kali saya tulis, dan saya sampaikan di publik secara luas seperti ini.
Tidak mudah memang untuk menapaki perjalanan memori seperti ini, karena saya tidak bisa menghindari pengulangan dari kepedihan rasa hati saya yang ukurannya masih kecil saat itu.
Hati saya hari ini adalah veteran dari ragam dan corak kehidupan yang penuh dan pelik, tetapi tetap saja tergenangi dengan air mata dan tercekat oleh beban berat di dada, karena harus mengulangi rasa dari kehidupan Mario yang kecil itu – dengan menceritakan ini kepada Anda. Tetapi, mudah-mudahan Anda mengerti maksud saya, bahwa kita tidak mungkin menjadikan diri kita sebagai apa pun, tanpa menerima bantuan.

Setelah saya lebih tua ini, saya mengerti bahwa… Jika kita merana karena penderitaan, memprotes perlakuan tidak adil yang dikenakan kepada kita, tetapi tetap berupaya untuk tersenyum melalui genangan air mata – untuk menggembirakan Ayahanda dan Ibunda, meneladankan kekuatan kepada adik- adik, tampil sebagai pribadi yang ceria dan menyenangkan bagi teman-teman, dan tetap melihat diri sebagai yang sedang diperhatikan oleh Tuhan, kita akan diselamatkan.
Saya ingin Anda juga menghayati yang saya temukan, bahwa Jika kita bersungguh-sungguh untuk menjadi dan tampil sebagai pribadi yang baik, entah sebagai pengemis atau pemimpin, Tuhan akan memilihkan tempat-tempat terbaik bagi kita dalam taman-taman pemuliaan kehidupan.

Jika saja saya dulu mengerti, mungkin saya akan tersenyum tanpa harus meredam tangisan hati Mario yang masih kecil itu. Mungkin saya akan berdiri gagah berani, dan bahkan mungkin akan maju mendekati setiap bapak yang berjalan menuju loket penjualan tiket di bioskop itu, dan langsung saja berbicara mapan, ramah, dan sangat santun:
“Bapak yang baik, saya sangat ingin menonton film ini, tetapi saya tidak bisa beli tiketnya. Saya akan sangat senang sekali jika Bapak mengajak saya masuk, karena tidak harus ada tiket untuk anak- anak.”
Saya mungkin akan menangkupkan kedua tangan saya layaknya saya berdoa, tersenyum dengan wajah yang tulus meminta tolong, dan menatap dengan mata yang hampir menangis dengan kesedihan karena harus meminta dan sekaligus bergembira dengan harapan akan disetujui permintaannya.

Dan dibalik itu semua …

Di balik semua bantuan dari manusia, sebetulnya sedang bekerja sebuah mekanisme bantuan dari Tuhan.
Tidak ada siapa pun yang bisa membantu dan yang telah membantu kita, kecuali menjadi pelaksana penyaluran bantuan dari langit.
Dan jika Tuhan telah kita bahagiakan dengan upaya bersungguh-sungguh untuk menjadi pribadi yang mudah dibantu, Tuhan akan memerintahkan alam dan segenap kelengkapannya untuk menjadi pelayan bagi kita yang telah melayankan diri dan kehidupannya kepada harapan Tuhan.

Sahabat saya yang keberhasilan hidupnya penting bagi Tuhan,
Marilah kita berprasangka baik kepada Tuhan.
Tuhan tidak akan terkurangi sifat-sifat kemuliaan-Nya hanya karena kita meragukan kasih sayang-Nya.
Tuhan kita baik sekali kepada kita, dan sangaaaaat menyayangi kita. Dia sangat sabar menanti kita mengerti maksud dari penciptaan kita. Tuhan tersenyum ramah dan penuh kasih, sangaaaaaat penuh kasih, saat kita meratap, meronta, protes, dan menuduh Tuhan telah berlaku tidak adil kepada kita.

Dan ini yang diharapkan oleh Tuhan saat kita berada dalam derita hati seperti itu, adalah…

Tetap bersikap baik, tetap berlaku baik, tetap mengupayakan yang baik, dan bersabar menantikan yang baik.

Anda sangat disayangi oleh Tuhan Anda tahu itu, khan?

Cintailah Tuhan. Jatuh cinta lagi-lah kepada Tuhan.
Berbicaralah Anda kepada Tuhan dengan kelembutan dan nada suara dari pribadi yang sangat mengasihi Tuhan.

Mendekatlah dan rebahkanlah diri Anda kedalam pangkuan Tuhan Yang Maha Pengasih.
Menangislah dalam-dalam, dan laporkanlah semua kegundahan, keraguan, kekhawatiran, dan semua ketakutan Anda.

Dia adalah Tuhan Anda. Jika bukan kepada-Nya Anda mengadu, kepada siapa lagi?

Dan jika bukan Tuhan - yang tiada tersamai oleh siapa dan apa pun kebesaran dan kekuasan-Nya, siapakah yang akan memerintahkan kehidupan ini membantu Anda mencapai kualitas kehidupan yang menghubungkan kebahagiaan Anda di dunia dan di surga nanti?

Sahabat saya yang baik hatinya,
Ikhlaskanlah diri Anda sebagai diri yang baik bagi kehidupan, lalu perhatikan apa yang terjadi.

Mudah-mudahan Super Note yang tidak pendek ini, dapat menjadi pendamping saat Anda menanti datangnya keberkahan dari Tuhan, yang menjadikan Anda dan keluarga tercinta – jiwa-jiwa yang sejahtera, yang berbahagia, dan yang cemerlang hidupnya.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti, untuk berjabat-tangan dan berbincang ke sana ke mari tentang keindahan kehidupan ini.