Today is one day be4 ramadhan and I'm once again stuck in a moment of deep thinking.
Sure that GOD has the best way to make us again and again being 'down to earth" means to make us realize that GOD love us and we are nothing without God's help.
This writing has sucessfuly make me cry.. a deep cry and saying Astafigrullah that maybe after all this time I forgot to be thankfull and calm. Allah Maha Besar...
------------------------ ### ---------
Sahabat saya yang baik hatinya...
Sebagai seorang anak kelas 3 sekolah dasar di Purwantoro – kota Malang, saya tidak terbatasi dari kasih sayang Bapak dan Ibu saya, tetapi terbatasi oleh kemampuan orang tua saya untuk menyediakan uang jajan dan kelengkapan hiburan, jika dibandingkan dengan teman- teman saya yang anak-anak orang yang yang anak-anak orang yang lebih kaya dari kami.
Saya melihat diri sendiri sebagai anak baik, yang meskipun malas – tetapi menyelesaikan hampir semua pekerjaan dirumah dan materi pelajaran dari sekolah,
dengan cukup baik. Tetapi, saya merasa bahwa Tuhan telah berlaku yang tidak sesuai dengan penghormatan saya kepada diri saya saat itu.
Pertanyaan saya, yang selalu saya katakan dengan menengadah ke langit, adalah:
“Mengapa saya?”
Dari semua orang yang bisa kau miskinkan, mengapa aku?
Dan dari semua orang yang bisa kau kayakan, mengapa bukan aku?
Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi dada muda dan kepala kecil saya saat itu, dan
yang sebetulnya sudah lama menggema sejak saya mulai mengerti mengapa Bapak dan Ibu berbicara dengan
nada yang dibijak-bijakkan dan disabar-
sabarkan - bahwa kami tidak semampu
keluarga lain untuk memenuhi keinginan
anak-anak mereka untuk mainan dan
makanan kecil, setiap saat saya minta
dibelikan mainan, permen, roti, sepatu,
tas, atau baju baru.
Saya tidak pernah menyalahkan Bapak
dan Ibu karena saya dilahirkan di keluarga
yang kurang mampu. Saya hanya
memprotes mengapa saya diperlakukan
kurang dari hak saya yang seharusnya
sama dengan semua orang.
Tetapi, sekecil dan semuda itu – entah
karena insting atau karena keinginan
saya yang terlalu besar untuk dihalangi
oleh perasaan minder dan keterpinggiran,
saya mulai melihat kepada diri saya
sendiri sebagai satu-satunya jalan untuk
keluar dan naik dari keadaan yang tidak
saya sukai saat itu.
Dan ini yang saya lakukan, yang
kemudian saya mengerti sebagai cara
untuk menjadi pribadi yang mudah
dibantu.
Jika keinginan untuk menonton film di
bioskop di Jalan Kayutangan, di Malang
sudah tidak terbendung lagi, karena
teman-teman saya yang lebih mampu
banyak bercerita mengenai lucunya film
anak-anak ”Little Rascals” waktu itu,
saya menyiapkan diri untuk bisa masuk
gedung bioskop itu, apa pun caranya.
Setelah mencuci piring-piring dan
membersihkan dapur, menyelesaikan
pekerjaan rumah dari sekolah,
menyiapkan perlengkapan mandi adik
nomor tiga yang masih bayi,
Saya mandi sebersih mungkin,
mengenakan baju sederhana saya yang
terbaik, meminyaki rambut dengan minyak
rambut Ibu, menyisirnya lurus ke depan
untuk menjadi kuncung runcing di atas
dahi saya, mengenakan sandal jepit,
berpamitan kepada Ibu yang biasanya
memang mengijinkan saya untuk
bermain-main di luar rumah setelah mandi
sore,
lalu berjalan dengan penuh doa ke arah
gedung bioskop yang kira-kira berjarak
dua kilometer dari losmen kecil yang
dijadikan asrama tentara – yang kami
tempati saat itu.
Sesampai di gedung bioskop, saya
memilih tempat berdiri yang akan dilalui
oleh orang-orang yang akan membeli
tiket masuk. Saya berdiri di situ dengan
wajah yang sangat ingin masuk dan
menonton, tetapi yang sedih karena tidak
memiliki uang untuk membeli tiket masuk.
Kesedihan di wajah saya saat itu tidak
palsu, dan bukan permainan peran.
Memang saya sangat sedih dan merasa
terhina, karena saya harus berdiri di situ
sebagai anak baik, yang rajin, yang bersih
dan rapih, tetapi yang menunggu
dikasihani, dan dibantu untuk
mendapatkan sesuatu yang kecil dan
sederhana, yang tidak mampu saya
dapatkan, tetapi yang dengan sangat
santai dan mudah tersedia bagi anak-
anak orang kaya yang tidak serajin dan
sesungguh-sungguh saya dalam menjadi
anak baik.
Sekali atau dua kali dalam banyak
percobaan dari banyak sore hari yang
serupa, ada bapak-bapak yang berjalan
santai, menoleh ke arah saya, berpaling
lamban ke arah loket bioskop, … tetapi …
voila!!! … dia menoleh lagi ke arah saya,
memandang wajah saya dekat-dekat,
tersenyum, melambai memanggil saya,
dan bertanya …:
“Kamu mau nonton?”
Saya mengangguk dengan gerakan
kepala yang lebih berdoa daripada
mengiyakan, berjalan mengambang
seperti bermimpi ke arahnya, berdiri di
belakangnya dengan sikap tubuh seperti
anak dari bapak itu, dan berjalan
memasuki gedung bioskop dengan
kegembiraan anak yang dimanjakan
dengan hadiah yang lama ditunggunya.
Sampai di dalam saya menatap mata
bapak itu dengan teriakan terima kasih
dan kegirangan yang tidak terdengar oleh
orang lain, selain oleh saya dan Tuhan.
“Terima kasih ya Pak?”
Bapak itu mengangguk ramah dan
tersenyum melihat wajah saya yang
pecah dengan kegembiraan. Orang baik
itu, pasti dimuliakan kehidupannya oleh
Tuhan.
Lalu saya berlari mencari kursi yang
paling strategis di dalam gedung yang
tinggi atapnya serasa seperti menyentuh
lantai surga. Saya duduk di kursi rajutan
rotan itu, dua tangan di atas memegang
lengan kursi, wajah semringah, dan kaki
bergoyang maju dan mundur.
Oooh … hidup ini indah sekali …
Entah berapa tahun saya tumbuh sebagai
anak kecil yang harus mentabahkan
dirinya, untuk ikhlas menerima
kekurangan dan kelemahan hidup yang
tidak bisa dimengerti alasan dari
penetapannya kepada diri dan
keluarganya.
Tetapi, Saya jadi mengerti bahwa,
Siapa pun akan dibantu, jika dia
menjadikan dirinya mudah dibantu.
dan
Ada kepantasan bagi segala sesuatu.
Siapa pun akan mendapatkan apa pun,
selama dia bersungguh-sungguh
menjadikan dirinya pantas untuk
menerima yang ingin didapatnya.
-----------
Lebih dari empat puluh tiga tahun
kemudian, hari ini… saya dapat melihat
urutan kejadian dalam kehidupan saya di
mana saya terselamatkan dari kesulitan,
dinaikkan dari tempat-tempat yang
rendah, dan dikeluarkan dari kungkungan
masalah – karena saya dibantu.
Tidak ada orang yang bisa menjadi
pribadi yang besar kemampuannya untuk
membantu, tanpa lebih dahulu dijadikan
sebagai diri yang membutuhkan bantuan.
Sahabat saya yang hatinya mulia,
Ini adalah cerita kehidupan masa kecil
saya, yang pertama kali saya tulis, dan
saya sampaikan di publik secara luas
seperti ini.
Tidak mudah memang untuk menapaki
perjalanan memori seperti ini, karena saya
tidak bisa menghindari pengulangan dari
kepedihan rasa hati saya yang ukurannya
masih kecil saat itu.
Hati saya hari ini adalah veteran dari
ragam dan corak kehidupan yang penuh
dan pelik, tetapi tetap saja tergenangi
dengan air mata dan tercekat oleh beban
berat di dada, karena harus mengulangi
rasa dari kehidupan Mario yang kecil itu –
dengan menceritakan ini kepada Anda.
Tetapi, mudah-mudahan Anda mengerti
maksud saya, bahwa kita tidak mungkin
menjadikan diri kita sebagai apa pun,
tanpa menerima bantuan.
Setelah saya lebih tua ini, saya mengerti
bahwa…
Jika kita merana karena penderitaan,
memprotes perlakuan tidak adil yang
dikenakan kepada kita, tetapi tetap
berupaya untuk tersenyum melalui
genangan air mata – untuk
menggembirakan Ayahanda dan Ibunda,
meneladankan kekuatan kepada adik-
adik, tampil sebagai pribadi yang ceria
dan menyenangkan bagi teman-teman,
dan tetap melihat diri sebagai yang
sedang diperhatikan oleh Tuhan, kita akan
diselamatkan.
Saya ingin Anda juga menghayati yang
saya temukan, bahwa
Jika kita bersungguh-sungguh untuk
menjadi dan tampil sebagai pribadi yang
baik, entah sebagai pengemis atau
pemimpin, Tuhan akan memilihkan
tempat-tempat terbaik bagi kita dalam
taman-taman pemuliaan kehidupan.
Jika saja saya dulu mengerti, mungkin
saya akan tersenyum tanpa harus
meredam tangisan hati Mario yang masih
kecil itu.
Mungkin saya akan berdiri gagah berani,
dan bahkan mungkin akan maju
mendekati setiap bapak yang berjalan
menuju loket penjualan tiket di bioskop
itu, dan langsung saja berbicara mapan,
ramah, dan sangat santun:
“Bapak yang baik, saya sangat ingin
menonton film ini, tetapi saya tidak bisa
beli tiketnya. Saya akan sangat senang
sekali jika Bapak mengajak saya masuk,
karena tidak harus ada tiket untuk anak-
anak.”
Saya mungkin akan menangkupkan
kedua tangan saya layaknya saya berdoa,
tersenyum dengan wajah yang tulus
meminta tolong, dan menatap dengan
mata yang hampir menangis dengan
kesedihan karena harus meminta dan
sekaligus bergembira dengan harapan
akan disetujui permintaannya.
Dan dibalik itu semua …
Di balik semua bantuan dari manusia,
sebetulnya sedang bekerja sebuah
mekanisme bantuan dari Tuhan.
Tidak ada siapa pun yang bisa membantu
dan yang telah membantu kita, kecuali
menjadi pelaksana penyaluran bantuan
dari langit.
Dan jika Tuhan telah kita bahagiakan
dengan upaya bersungguh-sungguh
untuk menjadi pribadi yang mudah
dibantu, Tuhan akan memerintahkan alam
dan segenap kelengkapannya untuk
menjadi pelayan bagi kita yang telah
melayankan diri dan kehidupannya
kepada harapan Tuhan.
Sahabat saya yang keberhasilan hidupnya
penting bagi Tuhan,
Marilah kita berprasangka baik kepada
Tuhan.
Tuhan tidak akan terkurangi sifat-sifat
kemuliaan-Nya hanya karena kita
meragukan kasih sayang-Nya.
Tuhan kita baik sekali kepada kita, dan
sangaaaaat menyayangi kita.
Dia sangat sabar menanti kita mengerti
maksud dari penciptaan kita.
Tuhan tersenyum ramah dan penuh kasih,
sangaaaaaat penuh kasih, saat kita
meratap, meronta, protes, dan menuduh
Tuhan telah berlaku tidak adil kepada kita.
Dan ini yang diharapkan oleh Tuhan saat
kita berada dalam derita hati seperti itu,
adalah…
Tetap bersikap baik, tetap berlaku baik,
tetap mengupayakan yang baik, dan
bersabar menantikan yang baik.
Anda sangat disayangi oleh Tuhan
Anda tahu itu, khan?
Cintailah Tuhan.
Jatuh cinta lagi-lah kepada Tuhan.
Berbicaralah Anda kepada Tuhan dengan
kelembutan dan nada suara dari pribadi
yang sangat mengasihi Tuhan.
Mendekatlah dan rebahkanlah diri Anda
kedalam pangkuan Tuhan Yang Maha
Pengasih.
Menangislah dalam-dalam, dan
laporkanlah semua kegundahan,
keraguan, kekhawatiran, dan semua
ketakutan Anda.
Dia adalah Tuhan Anda.
Jika bukan kepada-Nya Anda mengadu,
kepada siapa lagi?
Dan jika bukan Tuhan - yang tiada
tersamai oleh siapa dan apa pun
kebesaran dan kekuasan-Nya, siapakah
yang akan memerintahkan kehidupan ini
membantu Anda mencapai kualitas
kehidupan yang menghubungkan
kebahagiaan Anda di dunia dan di surga
nanti?
Sahabat saya yang baik hatinya,
Ikhlaskanlah diri Anda sebagai diri yang
baik bagi kehidupan, lalu perhatikan apa
yang terjadi.
Mudah-mudahan Super Note yang tidak
pendek ini, dapat menjadi pendamping
saat Anda menanti datangnya keberkahan
dari Tuhan, yang menjadikan Anda dan
keluarga tercinta – jiwa-jiwa yang
sejahtera, yang berbahagia, dan yang
cemerlang hidupnya.
Sampai kita bertemu suatu ketika nanti,
untuk berjabat-tangan dan berbincang ke
sana ke mari tentang keindahan
kehidupan ini.
Regulating the (yet) Unregulable?
1 year ago